RSS

Cerita Pendidikan Karakter 6 : 3 Anak yang Tidak Berbakti



Suatu hari seorang sahabat pergi ke rumah orang jompo atau lebih terkenal dengan sebutan panti werdha bersama dengan teman‐temannya. Kebiasaan ini mereka lakukan untuk lebih banyak mengenal bahwa akan lebih membahagiakan kalau kita bisa berbagi pada orang‐orang yang kesepian dalam hidupnya.
Ketika dia sedang berbicara dengan beberapa ibu‐ibu tua, tiba‐tiba mata sang sahabat tertumpu pada seorang opa tua yang duduk menyendiri sambil menatap kedepan dengan tatapan kosong. Lalu sang sahabat mencoba mendekati opa itu dan mencoba mengajaknya berbicara. Perlahan tapi pasti sang opa akhirnya mau mengobrol dengannya sampai akhirnya si opa menceritakan kisah hidupnya.
Si opa memulai cerita tentang hidupnya sambil menghela napas panjang. Sejak masa muda saya menghabiskan waktu saya untuk terus mencari usaha yang baik untuk keluarga saya, khususnya untuk anak‐anak yang sangat saya cintai. Sampai akhirnya saya mencapai puncaknya dimana kami bisa tinggal dirumah yang sangat besar dengan segala fasilitas yang sangat bagus.
Demikian pula dengan anak‐anak saya, mereka semua berhasil sekolah sampai keluar negeri dengan biaya yang tidak pernah saya batasi. Apapun keinginan Anak saya, saya usahakan agar terpenuhi. Akhirnya mereka semua berhasil dalam sekolah juga dalam usahanya dan juga dalam berkeluarga.
Tibalah dimana kami sebagai orangtua merasa sudah saatnya pensiun dan menuai hasil panen kami. Tiba‐tiba istri tercinta saya yang selalu setia menemani saya dari sejak saya memulai kehidupan ini meninggal dunia karena sakit yang sangat mendadak. Lalu sejak kematian istri saya tinggallah saya hanya dengan para pembantu kami karena anak‐anak kami semua tidak ada yg mau menemani saya karena mereka sudah mempunyai rumah yang juga besar.
Hidup saya rasanya hilang, tiada lagi orang yang mau menemani saya setiap saat saya memerlukan nya. Tidak sebulan sekali anak‐anak mau menjenguk saya ataupun memberi kabar melalui telepon. Lalu tiba‐tiba anak sulung saya datang dan mengatakan kalau dia akan menjual rumah karena selain tidak effisien juga toh saya dapat ikut tinggal dengannya. Dengan hati yang berbunga saya menyetujuinya karena toh saya juga tidak memerlukan rumah besar lagi tapi tanpa ada orang‐orang yang saya kasihi di dalamnya.
Setelah itu saya ikut dengan anak saya yang sulung. Tapi apa yang saya dapatkan ? Setiap hari mereka sibuk sendiri‐sendiri dan kalaupun mereka ada di rumah tak pernah sekalipun mereka mau menyapa saya. Semua keperluan saya pembantu yang memberi. Untunglah saya selalu hidup teratur dari muda maka meskipun sudah tua saya tidak pernah sakit‐sakitan.
Lalu saya tinggal dirumah anak saya yang lain. Saya berharap kalau saya akan mendapatkan sukacita didalamnya, tapi rupanya tidak. Yang lebih menyakitkan semua alat‐alat untuk saya pakai mereka ganti, mereka menyediakan semua peralatan dari kayu dengan alasan untuk keselamatan saya tapi sebetulnya mereka sayang dan takut kalau saya memecahkan alat‐alat mereka yang mahal‐mahal itu.
Setiap hari saya makan dan minum dari alat‐alat kayu atau plastik yang sama dengan yang mereka sediakan untuk para pembantu dan anjing mereka. Setiap hari saya makan dan minum sambil mengucurkan airmata dan bertanya dimanakah hati nurani mereka?
Akhirnya saya tinggal dengan anak saya yang terkecil, anak yang dulu sangat saya kasihi melebihi yang lain karena dia dulu adalah seorang anak yang sangat memberikan kesukacitaan pada kami semua. Tapi apa yang saya dapatkan? Setelah beberapa lama saya tinggal disana akhirnya anak saya dan istrinya mendatangi saya lalu mengatakan bahwa mereka akan mengirim saya untuk tinggal di panti jompo dengan alasan supaya saya punya teman untuk berkumpul dan juga mereka berjanji akan selalu mengunjungi saya.
Sekarang sudah 2 tahun saya disini tapi tidak sekalipun dari mereka yang datang untuk mengunjungi saya apalagi membawakan makanan kesukaan saya. Hilanglah semua harapan saya tentang anak‐anak yang saya besarkan dengan segala kasih sayang dan kucuran keringat. Saya bertanya‐tanya mengapa kehidupan hari tua saya demikian menyedihkan padahal saya bukanlah orangtua yang menyusahkan, semua harta saya mereka ambil.
Saya hanya minta sedikit perhatian dari mereka tapi mereka sibuk dengan diri sendiri. Kadang saya menyesali diri mengapa saya bisa mendapatkan anak‐anak yang demikian buruk. Masih untung disini saya punya teman‐teman dan juga kunjungan dari sahabat‐sahabat yang mengasihi saya tapi tetap saya merindukan anak‐anak saya.

Sejak itu sang sahabat selalu menyempatkan diri untuk datang kesana dan berbicara dengan sang opa. Lambat laun tapi pasti kesepian di mata sang opa berganti dengan keceriaan apalagi kalau sekali‐sekali sang sahabat membawa serta anak‐anaknya untuk berkunjung.

TUJUAN : Mengajarkan pada anak‐anak untuk menyayangi dan menghormati ibu yang telah melahirkan, memelihara, dan membesarkan mereka
KUTIPAN : Setiap anak mempunyai empat hutang yang harus dibayarnya, yaitu hormat pada ibu, hormat pada ayah, ketaatan pada guru, dan bhakti kepada Tuhan

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Cerita Pendidikan Karakter 5 : Pemborong Bangunan



Seorang pemborong bangunan yang telah tua memutuskan untuk pensiun. Ia mengatakan pada kontraktor yang memperkerjakannya bahwa ia akan berhenti dari pekerjaannya. Kontraktor itu menyesalkan kepergian pemborong bangunan yang selama itu telah bekerja dengan baik, iapun bertanya apakah pemborong itu mau melakukan satu bangunan lagi untuk keperluan pribadi.
Pemborong itu bersedia, namun hatinya sudah tidak ada lagi pada pekerjaannya. Ia melakukan pekerjaannya asal jadi, material yang digunakannya pun berkualitas rendah. Setelah bangunan itu selesai, kontraktor itu datang untuk memeriksa rumah itu. Lalu ia memberikan kunci pada pemborong itu. "Inilah rumahmu," kata kontraktor itu, "hadiah dariku untukmu."
Alangkah terperanjatnya pemborong itu. Kalau saja ia tahu bahwa bangunan itu untuknya, tentu ia mengerjakannya dengan cara berbeda. Sekarang ia harus hidup di rumah yang tak terlalu baik.

TUJUAN : Mengajarkan kepada anak‐anak untuk selalu melakukan hal yang terbaik
KATA MUTIARA :  Kerja yang dilakukan dengan baik, memberikan kebaikan kepada orang yang melakukannya. Pekerjaan itu membuatnya menjadi orang yang lebih baik. Rahasia dari kehidupan adalah bukannya apa yang sedang terjadi pada kita, tetapi apa yang kita lakukan bila sesuatu sedang terjadi pada kita.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Cerita Pendidikan Karakter 4 : Pohon Apel

Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain‐main di bawah pohon apel itu setiap hari. Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun‐daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula, pohon apel sangat mencintai anak kecil itu.
Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain‐main dengan pohon apel itu setiap harinya. Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih. "Ayo kesini ber‐main‐main lagi denganku," pinta pohon apel itu. "Aku bukan anak kecil yang bermain‐main dengan pohon lagi." Jawab anak lelaki itu. "Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya."
Pohon apel itu menyahut, "Duh, maaf aku pun tak punya uang...tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu." Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.
Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang. "Ayo bermain‐main denganku lagi." kata pohon apel. "Aku tak punya waktu," jawab anak lelaki itu. "Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?" "Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu." kata pohon apel. Kemudian, anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.
Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya. "Ayo bermain‐main lagi denganku." kata pohon apel. "Aku sedih," kata anak lelaki itu. "Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?" "Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang‐senanglah." Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.
Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun‐tahun kemudian. "Maaf, anakku," kata pohon apel itu. "Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu." "Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk menggigit buah apelmu." jawab anak lelaki itu. "Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat." kata pohon apel. "Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu." jawab anak lelaki itu.
"Aku benar‐benar tak memiliki apa‐apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar‐akarku yang sudah tua dan sekarat ini." Kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata. "Aku tak memerlukan apa‐apa lagi sekarang." kata anak lelaki. "Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu."
"Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar‐akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar‐akarku dan beristirahatlah dengan tenang." Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar‐akar pohon. Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.
 
TUJUAN : Mengajarkan kepada anak‐anak agar belajar menghargai dan puas dengan apa yang dimiliki
KATA MUTIARA : Syukurilah apa yang Tuhan berikan padamu, karena itulah yang terbaik bagimu

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS